Psikosklerosis : The Greatest Power in Human Behaviour (2)
Masih ingat artikel sebelumnya? Homeostasis : The Greatest Power in Human Behaviour? Yaaa itu adalah mekanisme alamiah untuk menjaga agar kita tetap konsisten dengan diri sendiri. Terutama dengan cara kita bertindak dan berpikir di masa lalu. Dari artikel sebelumnya kita menyadari bahwa mekanisme homeostasis ini juga banyak manfaatnya.
Namun jika berbicara mengenai perubahan positif dan pengembangan diri maka mau tidak mau kita akan mendapat tantangan dari mekanisme ini. Mengapa begitu? Karena semua pertumbuhan dan pengembangan diri memerlukan upaya untuk keluar dari zona kenyamanan menuju sesuatu yang lebih besar dan lebih baik. Sebelum kita berbicara bagaimana mengatasinya maka kita akan tinjau dulu satu mekanisme lain yang tak kalah pentingnya.
Hambatan kedua terbesar dalam proses perubahan, setelah homeostasis, adalah apa yang disebut : Psikosklerosis. “Hah apaan lagi nih! Susah banget bacanya!”
Marilah kita petik pelajaran dari seorang pasangan suami istri yang datang pada saya untuk minta nasihat bagaimana menghadapi anak perempuannya, yang berusia 7 tahun dan punya kebiasaan menggigit kuku dan mengompol.
“Begini Bu, dari pengamatan saya anak Ibu ini mengalami kecemasan cukup tinggi dan Ibu perlu ……”, belum selesai saya berbicara tiba-tiba si Ibu memotong pembicaraan dengan suara kerasnya.
“Lho saya ini kurang perhatian apa Pak. Tidak mungkin dia cemas. Karena semua kebutuhannya kami penuhi dengan baik. Lagi pula saya selalu menemaninya dalam belajar. Seminggu sekali dia kami ajak jalan-jalan bersama kakak-kakaknya. Saya ini kurang apa lagi?”, demikian si Ibu mengemukakan pendapatnya.
“Kecemasan itu bukan hanya berasal dari hal-hal yang Ibu sebutkan tadi. Bisa juga berasal dari tekanan yang Ibu berikan padanya ketika mengajarkan sesuatu”, kata saya.
“Loh saya ini mengajarkan hal yang sama juga kok pada kakak-kakaknya. Mereka semua saya perlakukan dengan sama. Tapi kakak-kakaknya tidak ada masalah sedangkan dia kenapa jadi begini? Saya merasa tidak ada yang salah. Dan kalau saya tidak merasa bersalah apa yang harus saya perbaiki?”, demikian katanya membela diri.
“Sebentar Ibu, memang Ibu berhak untuk tidak merasa bersalah dan ……. “
“Nah benar kan saya tidak bersalah. Berarti anak ini yang memang bermasalah, bukankah begitu?” kata si Ibu kembali memotong pembicaraan.
Itulah yang disebut psikosklerosis! Ya ……. bahasa sederhananya adalah : Pengerasan sikap. Hal ini berakar pada rasa takut dikarenakan kurangnya harga diri. Psikosklerosi adalah kecenderungan alami untuk jatuh cinta pada gagasan kita sendiri dan kemudian dengan gigih memeprtahankannya terhadap apa saja yang baru.
Lawan dari psikosklerosis adalah kelenturan, kemauan untuk mempertimbangkan segi pandangan lain, gagasan lain walau dengan kemungkinan menghadapi kenyataan bahwa kita bisa saja salah.
Kelenturan mental adalah pertanda kesehatan harga diri. Menunda sebuah komentar atau penilaian dan mempertimbangkan semua gagasan terlebih dahulu dalam sebuah situasi memungkinkan kita untuk melihat lebih banyak pilihan dari yang kita bisa bayangkan sebelumnya. Pendekatan seperti ini sangat penting dalam pemrograman mental untuk mengubah diri kita menjadi lebih baik.
Satu alasan utama mengapa orang gagal dalam hidupnya adalah karena mereka terlalu kaku dan tidak lentur dalam gagasan mereka. Terutama gagasan tentang diri sendiri dan apa yang mungkin bagi mereka. Mereka mempertimbangkan dan mencari-cari alasan mengapa sesuatu tidak berjalan bagi mereka, bukannya mengapa sesuatu itu akan berjalan bagi mereka.
Dengan memahami hal ini diharapkan kesadaran diri kita akan tumbuh ketika menghadapi kenyataan yang mengharuskan kita berubah. Pada artikel berikutnya saya akan membahas bagaimana cara menyiasati kedua hambatan utama dalam proses perubahan ini.